Selasa, 13 Maret 2012

Cinta Terakhir

Cerita ini hanya fiksi dan sebagian kecil dari karyaku, selamat membaca, aku juga butuh kritik dan sarannya ya....
Mohon jangan disalahgunakan... Makasih ^_^
CINTA TERAKHIR
      
Hai pembaca, kenalin aku Clarista Radisti yang biasa disapa Tara. Kisah ini ku alami 1 tahun yang lalu, ketika aku baru pertama kali merasakan indahnya cinta. Tapi ini bukan cinta terakhir yang  sebenarnya, yang ku maksud cinta terakhir adalah cinta terakhir yang kurasakan dengan cinta pertamaku Rendy.
Kisah cinta pertamaku berawal dari acara pesta ulang tahun temanku, tempat dimana aku bertemu dengan Rendy untuk pertama kalinya. Aku dan Rendy berkenalan tanpa sengaja ketika minumannya tumpah dan mengenai bajuku. Ia langsung minta maaf denganku dan aku mengangguk, dan di saat itulah aku berkenalan dengan Rendy. Dia  bernama lengkap Aditya Rendy Saputra yang akrab disapa Rendy. 

 
Sejak perkenalan itulah kami saling bertukar nomor telpon dan akhirnya kami malah jadi akrab lalu tak berapa lama ia menyatakan perasaannya padaku. Dan saat itu aku benar-benar menikmati indahnya cinta pertamaku. Aku sayang banget sama Rendy, dia mau terbuka sama aku, dan aku yakin dia tipe orang yang setia.
Suatu hari ketika aku jalan dengannya, aku merasa Rendy tidak seperti biasanya. Dia yang tadinya selalu ceria dan suka membuat lelucon yang konyol, tiba-tiba jadi orang yang pendiam.
“ Ren, kamu nggak apa-apa kan? Apa kamu sakit?” tanyaku cemas
“ Nggak, aku nggak apa-apa. Aku baik-baik aja kok.” jawabnya
“ Tapi Ren, wajah kamu pucat. Kita ke dokter ya. . .” ajakku
“ Nggak usah aku baik-baik aja kok...”
“Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, pokoknya kita harus ke dokter sekarang.” kataku
“Baiklah kalau itu bisa membuatmu tenang.” ujarnya
Akhirnya kami pergi ke rumah sakit terdekat. Setelah sampai disana aku menemaninya masuk ke ruang dokter, ketika dia diperiksa oleh dokter, aku mulai merasa takut kehilangan dia. Tapi aku harus positive thinking, dan aku yakin dia baik-baik aja dan tidak ada penyakit yang serius. Sementara itu di ruang periksa. . .
“ Dok, saya itu sebenarnya sakit apa?” tanya Rendy
“ Apa anda sering mimisan?” tanya dokter pada Rendy
“ Tidak terlalu sering sich dok, paling kalau lagi merasa capek aja” jawabnya
“ Oh berarti benar dugaan saya, apa ada keluarga anda yang mempunyai riwayat menderita penyakit Leukimia?” tanya dokter
“ Setahu saya dulu kakek saya meninggal karena penyakit tersebut, apa yang sebenarnya terjadi pada saya dok?” kata Rendy
“ Dengan berat hati saya simpulkan anda menderita Leukimia” jawab dokter
“ Apa masih bisa disembuhkan dok?” tanya Rendy cemas
“ Tipis harapan anda untuk bisa sembuh dan saya harap anda berterus terang pada orang-orang yang anda kasihi seperti mbak yang sedang menunggu anda di luar sebelum terlambat.” saran dokter pada Rendy
“ Tapi saya mohon dokter jangan beritahukan hal ini dahulu pada orang yang menemani saya kesini ya dok. . .Saya tak ingin membuatnya cemas” pinta Rendy
“ Baiklah. . . Tapi anda harus sering-sering kontrol ya.” kata dokter
“ Terima kasih dok.” ucap Rendy
Tak lama kemudian dokter dan Rendy keluar dari ruang pemeriksaan, dan ketika Rendy melihatku, dia memandangku dengan pandangan cemas dan perasaan takut akan kehilangan dia pun semakin kuat.
“ Sebenarnya apa yang terjadi pada pacar saya dok?” tanyaku cemas
Tapi sebelum menjawab pertanyaanku, dokter sempat melirik ke arah Rendy dan sepertinya Rendy terlihat seperti menggelengkan kepala.
“ Dok, jawab dok. . .” kataku makin cemas
“ Anda tenang saja, pacar anda tidak apa-apa, dan anda tak perlu cemas karena ia hanya kecapekan saja.” jawab dokter
“ Oh syukurlah kalau begitu.” kataku sedikit tenang
“ Ini obat anda.” kata dokter
“ Terima kasih dok. Kalau begitu kami permisi.” kata Rendy dan dokter itu mengangguk.
Setelah pulang dari rumah sakit aku memutuskan untuk mengantarnya pulang tapi dia menolak dan malah dia mengantarku pulang, aku tak bisa menolak ajakkan tersebut. Dan ketika sampai di rumah aku langsung berpesan agar dia hati-hati di jalan. Lalu setelah ia berpamitan dengan kedua orang tuaku, dia menghidupkan mobilnya dan berpamitan pula dengan ku.
Ketika aku rasa dia sudah agak jauh, aku masuk kedalam rumah. Saat aku masuk ke kamarku, entah mengapa aku ingin sekali memeluk boneka panda yang Rendy berikan padaku sebagai oleh-oleh dari liburannya ke Bali bersama keluarganya beberapa waktu lalu dan aku tak ingin melepasnya. Karena bagiku  boneka tersebut adalah pengganti Rendy ketika aku lagi kangen sama dia.
“ Aku haus nich, ke dapur dulu ach.” ujarku dalam hati.
Ketika aku turun dari kamarku, aku terhenti sejenak ketika aku melihat fotoku dan Rendy yang ada di ruang tamu. Saat aku melihat foto itu, aku merasa akan ada hal buruk yang terjadi padanya. Dan aku merasa itu hanya perasaanku saja karena aku terlalu khawatir. Di dapur pun aku  merasa sangat takut kehilangan dia. Tapi ku coba untuk membuat seolah-olah perasaan ini muncul karena aku sangat sayang sama dia, dan bukan berarti akan ada suatu hal buruk yang akan terjadi pada Rendy. Sementara itu di jalan. . .
“ Ugh, kenapa aku harus mengidap penyakit itu, aku nggak rela harus berpisah dari Tara. Aku sayang banget sama dia.” ujar Rendy dalam hati
Lalu ketika ia melihat kembali ke jalan, ia kaget ketika melihat ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan dan sepertinya akan bertabrakan dengannya. Tiba-tiba, pyarr , ternyata gelas yang ku pegang jatuh dan saat aku  hendak memungut pecahan kaca gelas yang jatuh tadi, tanpa kusadari tangan ku terkena pecahan kaca dari gelas yang jatuh itu.
“ Pertanda apa ini?” kataku heran “ Aku harap ini bukan pertanda buruk.”
Tapi gelas jatuh itu memang pertanda buruk karena saat perjalanan pulang Rendy kecelakaan. Dan tiba-tiba aku mendengar bunyi HPku yang ada di dalam kamar, lalu aku segera bergegas berlari kearah kamarku yang ada di lantai 2. Dan ketika ku lihat ternyata Rendy menelpon ku.
“ Hallo Ren, ada apa kok telpon aku padahal kamu baru aja dari rumahku?” kataku
“ Oh maaf mbak, saya bukan Rendy. Saya cuma mau ngasih tau kalau mas yang punya HP ini kecelakaan dan sekarang ada di ruang UGD rumah sakit terdekat.” jelas orang yang menelpon ku dengan HP Rendy
“ Ng...nggak...nggak mungkin Rendy kecelakaan. . .” kataku
“ Kalau mbak ingin menjenguknya, mbak datang saja ke RS Cipto Rahayu.” kata orang itu lagi
Mendengar hal itu seketika tubuhku jadi lemas dan aku tak kuasa menahan air mataku, dan aku masih tak percaya dengan ucapan orang itu. Untuk membuktikannya, aku bergegas ke rumah sakit yang disebutkan orang itu.
Ketika aku sampai di rumah sakit tersebut, aku langsung mencari ruang UGD. Karena aku belum pernah masuk rumah sakit ini, lalu aku memutuskan untuk bertanya pada suster jaga.
“ Sus, apa benar ada pasien korban tabrakan yang bernama Rendy, maksud saya Aditya Rendy Saputra?” tanyaku
“Sebentar saya cek dulu. Oh memang benar tadi ada pasien korban tabrakan yang di bawa kesini tapi saat mengisi administrasi, nama korban hanya ditulis nama Rendy. Apa benar dia orang yang anda maksud?” kata suster jaga
“ Ya benar, sekarang dia dirawat dimana?” kataku tak sabar
“ Pasien tersebut sekarang di rawat di ruang UGD. Mbak lurus saja nanti belok kanan.” kata suster itu
“ Terima kasih Sus. . .” ujarku
Dan setelah aku berlari mencari ruangan itu, akhirnya aku menemukannya.
“ Apa benar mbak yang bernama Tara?” tanya seseorang padaku
“ Ya benar saya Tara. Bapak tahu darimana kalau nama saya Tara? Apa bapak yang menelpon saya tadi?” tanyaku pada bapak yang bertanya padaku
“ Oh ya mbak, saya yang menelpon mbak tadi. Saya tahu nama mbak itu Tara dari panggilan terakhir yang ada di HP ini. Ini HP mas itu. Kalau gitu saya permisi, oh ya kalau mbak ingin tahu kondisinya lebih baik mbak langsung masuk saja kedalam ruangan itu.” kata bapak itu sembari menunjuk suatu ruangan
“ Ya terima kasih. . .” kataku pada bapak itu
Lalu dengan perlahan aku berlari menuju ruangan tersebut. Ketika aku membuka pintu, aku melihat Rendy terbaring lemah di atas sebuah ranjang putih, melihat itu aku jadi tak kuasa menahan air mata. Air mataku makin tak terbendung ketika aku melihat Rendy bernapas dengan dibantu alat bantu pernapasan, tubuhnya penuh dengan kabel pendeteksi detak jantung dsb. Sebelum aku mendekat ke ranjang Rendy, aku menghapus air mataku dulu dengan sapu tangan yang ia berikan padaku saat kakiku terluka dan ia menutup luka kakiku dengan sapu tangan itu.
“ Ren, kamu harus kuat ya. . .Kamu harus bertahan.” kataku sambil memegang tangan Rendy
Malam pun berlalu dan mentari pagi yang muncul dari celah-celah jendela membangunkanku yang tertidur di samping ranjang Rendy. Dan ketika aku melihat Rendy, ia masih belum sadarkan diri.
“ Ren, aku tinggal sebentar ya, aku mau ke kamar mandi dulu.” kataku pada Rendy yang belum sadarkan diri sembari melepaskan tanganku yang dari tadi malam menggenggam erat tangan Rendy
Ketika aku akan beranjak dari tempat dudukku, aku kaget ketika aku merasa Rendy menggenggam tanganku. Dan ketika kulihat yang menggenggam tanganku itu benar Rendy.
“ Kamu sudah sadar Ren?” ucapku
“ Ya. Aku sekarang ada dimana?” tanya Rendy padaku
“ Kamu di rumah sakit, tadi malam kamu kecelakaan. Aku panggil dokter dulu ya untuk memeriksa kondisi kamu.” jelasku dan Rendy mengangguk
Betapa senangnya hatiku melihat Rendy sudah sadar. Lalu aku segera pergi menuju ruang dokter yang menangani Rendy. Setelah ku ceritakan kondisi Rendy pada dokter, lalu dokter dan beberapa orang suster segera bergegas ke ruangan dimana Rendy dirawat.
Setelah dokter memeriksa Rendy, ternyata kondisi Rendy membaik dan siang ini akan dipindahkan keruang rawat biasa. Betapa senangnya hatiku mendengar ucapan dokter.
Suatu hari ketika aku baru saja dari apotik rumah sakit itu untuk mengambil obat Rendy. Tiba-tiba saat aku masuk kekamar Rendy, aku melihat Rendy kejang dan wajahnya tampak pucat sekali. . .
“ Ren, kamu kenapa?” tanyaku panik.
Tanpa berpikir panjang aku langsung bergegas mencari dokter yang menangani Rendy. Setelah dokter datang, salah satu suster menyuruhku menunggu diluar. Saat aku di luar, terus berdo’a demi kesembuhan Rendy. Dan tak lama kemudian seorang suster memintaku untuk masuk ke dalam. Saat didalam...
“ Ra, aku mau ngomong sesuatu sama kamu tentang aku.” kata Rendy terbata-bata.
“ Kamu mau ngomong apa?” kataku
“ Sebenarnya a...aku...” ucap Rendy
“ Iya Ren, kamu kenapa?” kataku tak sabar
“ Sebenarnya aku mengidap penyakit Leukimia dan mungkin umurku sudah tak lama lagi.” terang Rendy
“ Ng...nggak mungkin, kamu bohong kan sama aku...” kataku tak percaya
“ A...aku serius Ra...”
“ Tapi kenapa baru sekarang kamu beri tahu aku Ren?” tanyaku kaget
“ Maafin aku, bukan maksudku untuk membohongimu tapi aku hanya tidak ingin membuatmu cemas terhadap kondisiku saat ini atau mungkin kamu akan pergi tinggalin aku yang saat ini sakit-sakitan.” katanya terbata-bata
“ Tapi seharusnya kamu kasih tahu aku kondisi kamu yang sebenarnya. Dan mana mungkin aku meninggalkan kamu dalam kondisi seperti ini...” kataku menenangkannya.
Tiba-tiba layar yang memperlihatkan detak jantung Rendy terhenti dan garis yang semula naik turun kini menjadi lurus dan ketika kulihat Rendy, tak berapa lama kemudian dokter menyatakan kalau Rendy telah pergi.
Betapa terpukulnya hatiku ketika dokter mengatakan itu padaku. Tapi ada kata-kata terakhir yang ia ucapkan padaku yang membuat hatiku makin teriris kesedihan, air mata yang sekuat tenaga ku bendung akhirnya mengalir lembut di pipiku ketika ia menggenggam tanganku dan saat itu pula ia pergi meninggalkanku tuk selamanya kata terakhir yang ia ucapkan padaku adalah
“ Tara... a...aku sayang dan cinta padamu...”
Itulah saat-saat terakhir aku memegang tangannya, mendengar suaranya dan merasakan kasih sayangnya yang tulus padaku. Lalu dokter memintaku keluar, saat diluar aku menangis. Aku bingung harus berbuat apa, akhirnya aku memutuskan untuk memberi tahukan kabar ini pada orang tuaku dan orang tuanya Rendy yang berada di Amerika.
Tak berapa lama kemudian orang tuaku datang dan aku memeluk erat ibuku dan terus menangis. Sedangkan orang tua Rendy baru bisa tiba di Indonesia keesokkan harinya.
Keesokan harinya Rendy dimakamkan. Saat menyaksikan Rendy di kebumikan aku hanya terpaku dan terdiam, sempat kulihat beberapa kali ibunya Rendy jatuh pingsan. Lalu setelah acara pemakaman selesai kami beserta para pelayat yang hadir pulang,  sebenarnya aku enggan meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Rendy. Tapi karena aku dipaksa pulang oleh orang tuaku dan orang tuanya Rendy akhirnya aku mau meninggalkan tempat itu.
Dirumah, aku langsung mengurung diri dikamar. Di dalam kamar aku menangis karena aku masih belum bisa percaya kalau Rendy pergi meninggalkan aku secepat ini. Masih jelas di ingatanku masa-masa indah yang kami lalui bersama, kenapa ingatan itu makin kuat terasa ketika ia kini pergi meningglakan aku. Orang yang ku sayang telah pergi dan kini aku sendiri menjalani kehidupanku.



BERSAMBUNG....
DI CINTA TERAKHIR Season 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar